Oleh : Dulwahab MN (Jurnalis Sulawesi).
Kemenangan telak Zohran Mamdani dalam kontestasi Pemilihan Walikota New York pada 4 November 2025 bukan sekadar pergantian kepemimpinan lokal. Peristiwa ini adalah sebuah fenomena politik yang menandai pergeseran paradigma signifikan, baik dalam lanskap demokrasi Amerika maupun dalam narasi internal komunitas Muslim global. Kemenangan seorang Muslim progresif keturunan India-Uganda, yang juga merupakan penganut Syiah, di kota sekompleks dan sepenting New York, mengirimkan pesan yang gamblang, propaganda usang anti-Syiah yang kerap dihembuskan oleh lawan-lawan politik Zohran Mamdani telah gagal total mengoyak integritas pilihan pemilih, khususnya masyarakat Muslim Amerika.

Segmen-segmen politik tertentu mencoba memainkan kartu lama dengan menyulut sentimen sektarian (Madzhab), berharap dapat memecah belah suara komunitas Muslim yang semakin berkembang. Mereka mengangkat isu identitas Zohran yang Syiah, membayangkannya sebagai sebuah kerentanan yang dapat dieksploitasi. Namun, strategi ini terbukti menjadi bumerang. Alih-alih terpecah, masyarakat Muslim Amerika justru menunjukkan kematangan politik yang luar biasa. Mereka memilih berdasarkan platform, rekam jejak, dan visi Zohran untuk New York yang lebih adil, bukan berdasarkan label sektarian yang dicoba dipaksakan.
Kegagalan propaganda anti syiah ini adalah indikator nyata bahwa masyarakat Muslim, tidak hanya di Amerika tetapi juga di belahan dunia lain, semakin pintar dan kritis. Mereka tidak lagi mudah dicekoki oleh narasi-narasi negatif yang dirancang untuk memecah belah tubuh umat Islam. Mereka membedakan antara musuh politik sejati dan “musuh” yang diciptakan.
Di balik kemenangan ini, integritas sistem demokrasi Amerika sekali lagi menunjukkan kekuatannya. Dalam ruang publik yang kompetitif, di mana semua isu termasuk yang sensitif seperti identitas agama dapat diperdebatkan, akhirnya kualitas kandidat dan kekuatan gagasanlah yang berbicara paling lantang. Mekanisme demokrasi yang terjaga memungkinkan elektoral untuk menilai secara jernih, mengesampingkan kampanye hitam, dan memilih berdasarkan pertimbangan rasional. New York, sebagai kota terbesar dunia dan pusat keuangan dan kapitalisme dunia, adalah panggung yang sempurna untuk membuktikan hal ini. Sebagai “jantung” Amerika, pilihan New York sering kali menjadi barometer arah politik Amerika dan Dunia.
Dengan posisinya sekarang sebagai Walikota Muslim pertama di Amerika Serikat yang memimpin kota sebesar dan semewah New York, Zohran Mamdani tidak hanya mencatatkan nama dalam sejarah. Ia telah membuka pintu yang sebelumnya terkunci rapat. Pengalamannya yang akan memimpin kota paling kompleks di dunia, dengan segala tantangan ekonominya, hubungan internasionalnya, dan dinamika sosialnya, akan menjadi bekal politik yang tak ternilai. Prestasinya di balik walikota New York akan menjadi resume politik yang powerful. Jika ia berhasil membuktikan kepemimpinannya, mentransformasikan janji-janji kampanyenya menjadi kemajuan yang nyata bagi warga New York, maka wacana untuk melihat Zohran Mamdani berada di garis start Pilpres Amerika dalam beberapa tahun kedepan bukanlah sebuah khayalan. Kemenangannya hari ini bukanlah garis finish Zohran, melainkan titik awal sebuah perjalanan politik panjang yang berpotensi mengubah wajah kepemimpinan tertinggi Amerika Serikat. Zohran Mamdani telah membuktikan bahwa politik identitas yang sempit dapat dikalahkan oleh politik harapan yang inklusif, dan dalam demokrasi yang sehat, masa depan terbuka bagi siapa pun yang memiliki visi dan kapasitas untuk memimpin. Zohran Mamdani kini di inginkan Dunia untuk Menjadi Presiden Amerika Serikat Pasca Donald Trumph.
Kegagalan Propaganda Politik Anti-Syiah, Sebuah Bukti Kematangan Politik Muslim Amerika.
Kemenangan telak Zohran Mamdani sebagai Walikota New York bukan sekadar kemenangan numerik di bilik suara, melainkan sebuah kemenangan ide atas politik identitas yang usang. Salah satu aspek paling signifikan dari kontestasi ini adalah gagalnya total propaganda anti-Syiah yang dihembuskan oleh lawan-lawan politik Zohran Mamdani. Kegagalan ini bukanlah sebuah kebetulan, tetapi merupakan hasil dari konvergensi beberapa faktor krusial. perubahan demografi dan kesadaran komunitas Muslim Amerika, prioritas politik yang rasional, serta kekuatan platform progresif Mamdani yang berhasil mengatasi isu sektarianisme.
Komunitas Muslim Amerika Bukanlah Monolit. Masyarakat Muslim di AS, termasuk di New York, adalah entitas yang sangat beragam yang terdiri dari imigran generasi pertama, kedua, ketiga, serta mualim kulit hitam asli. Kelompok ini berasal dari latar belakang etnis, bangsa, dan mazhab yang berbeda-beda. Dalam konteks Amerika, di mana mereka adalah kelompok minoritas yang menghadapi tantangan bersama seperti islamofobia, diskriminasi, dan kebijakan luar negeri AS, persamaan nasib seringkali mengalahkan perbedaan teologis internal. Isu anti-Syiah, yang mungkin efektif di Timur Tengah kehilangan “rumahnya” ketika dihadapkan pada realitas di mana seorang Muslim, terlepas dari mazhabnya, harus berjuang untuk perumahan yang adil, upah layak, dan perlindungan dari diskriminasi. Bagi banyak pemilih Muslim, memerangi islamofobia dan memperjuangkan keadilan sosial adalah agenda yang lebih utama,mendesak daripada mempersoalkan perbedaan fiqih dan Madzhab.
Kematangan dan Integrasi Politik. Komunitas Muslim Amerika telah melalui proses integrasi dan pembelajaran politik yang panjang. Mereka semakin cerdas dan kritis dalam menyikapi isu propaganda negatif. Mereka mampu membedakan antara “musuh politik sejati” yang menghalangi kepentingan mereka, dengan “musuh yang diciptakan” berdasarkan sentimen sektarian.
Lawan-lawan Politik Zohran Mamdani yang memainkan beberapa kartu,salah satunya kartu anti-Syiah keliru membaca situasi,alih-alih menarik simpati, mereka justru dianggap sebagai kekuatan yang merusak solidaritas dan menghambat kemajuan kolektif komunitas Muslim. Pemilih Muslim di New York menunjukkan bahwa mereka lebih menghargai rekam jejak nyata dan komitmen pada keadilan ekonomi daripada identitas sektarian (Madzhab). Mereka memilih Zohran karena kebijakannya yang pro-buruh, pro-perumahan terjangkau, dan penegakan hukum yang adil, bukan karena atau justru terlepas dari latarnya sebagai seorang Syiah.
Kekuatan Platform Progresif yang Inklusif. Zohran Mamdani sendiri tidak menjalankan kampanye yang berbasis identitas sektarian. Sebaliknya, platformnya bersifat inklusif dan berfokus pada isu-isu material yang dihadapi semua warga New York, tanpa memandang agama atau latar belakang. Dengan fokus pada isu-isu seperti reformasi perpajakan untuk orang kaya, pertahanan penyewa, dan sistem transportasi yang lebih baik, kampanyenya berhasil membangun koalisi yang luas yang melampaui batas-batas komunitas Muslim. Dalam menghadapi serangan sektarian, respon terbaik justru bukan membalas dengan narasi sektarian balik, melainkan dengan memperlebar cakrawala perdebatan kepada isu-isu yang benar-benar memengaruhi kehidupan sehari-hari konstituen. Pendekatan ini membuat propaganda anti-Syiah terlihat tidak relevan, kuno, dan terasingkan dari percakapan politik arus utama.
Konteks Demokrasi Amerika. Demokrasi Amerika, dengan segala kekurangannya, memiliki mekanisme yang memungkinkan elektoral untuk melakukan penilaian yang lebih rasional. Dalam ruang publik yang kompetitif, sebuah kampanye negatif yang tidak berdasar akan sulit bertahan jika dihadapkan pada substansi dan gagasan yang kuat. Integritas proses demokrasi, meski tidak sempurna, memungkinkan kandidat seperti Mamdani untuk mengatasi politik kotor dengan visi dan program kerja yang nyata.
kegagalan propaganda politik anti-Syiah dalam pemilihan Zohran Mamdani adalah sebuah pelajaran berharga. Peristiwa ini menandai bahwa politik identitas sektarian yang sempit telah kehilangan daya pukulnya di tengah masyarakat Muslim Amerika yang semakin terintegrasi, kritis, dan berorientasi pada kebijakan. Kemenangan Zohran Mamdani adalah kemenangan politik substansial atas politik pecah belah. Ini membuktikan bahwa ketika seorang kandidat mampu menyajikan visi yang inklusif dan solutif, elektoral termasuk Muslim Amerika akan dengan bijak mengesampingkan narasi-narasi usang dan memilih masa depan yang lebih menjanjikan bagi semua.