
Duplikasi Hos Tjokroaminoto ada pada diri muridnya ; Soekarno. “Ini adalah pelanjutku” Kata Pak Cokro sambil menunjuk pada soekarno muda, dihadapan Kyai Ahmad Dahlan saat suatu kali saat berkunjung ke rumah Pak Cokro di Gang Peneneleh, Surabaya.
Murid itu adalah pelanjut jiwa gurunya. Apa yang tidak ditemui orang pada gurunya dapat dilihat dari muridnya. Tiga aspek yang menonjol pada diri Pak Cokro, yaitu orator tanpa tanding, nasionalisme (anti penjajahan) dan sosialisme islam.
Bung Karno adalah orator yang membakar semangat zamannya, dari pidatonya bangsa ini bersatu. Tapi kata orang seandainya Pak Cokro hidup sezaman dengan Bung Karno, pastilah Bung Karno akan ditelan oleh orasi dan agitasinya Pak Cokro. Disaat itu mungkin sejarah akan ditulis berbeda
Seperti juga, jika anda ingin memahami alur pikir murni Pak Natsir (Masyumi), lihatlah saat Prof. Yusril berpidato. Sangat jelas mengalir jiwa Pak Natsir yang hidup dalam alam pikir muridnya, apa yang dimaksud Pak Natsir tentang hubungan agama dan negara sangat bernas dikupas oleh murid utamanya itu.
Kita adalah generasi yang membutuhkan semangat zaman generasi empat lima. Salah satu generasi terbaik perintis berdirinya negara ini. Kita butuh sanad jiwa dari mereka yang pernah terhubung langsung dengan para pemimpin-pemimpin berjiwa luhur itu.
Pak Harto sangat mengagumi Pak Chun (Prof. Soemitro Djojohadikusumo), maka teori teori Pak Mitro menjadi landasan gerak pembangunan Pak Harto selama selama membangun Indonesia. Pak Harto mengutip teori Pak Mitro yang menjadi trilogi pembangunan Orde Baru ; Pertumbuhan, Pemerataan dan Stabilitas. Sebagaimana kagumnya Pak Habibie pada Pak Mitro, maka Pak Habibie menjadi pelanjut gagasan tentang Industrialisasi Indonesia yang dicita-citakan Pak Mitro.
Presiden Prabowo adalah generasi yang didik langsung oleh generasi 45. Sejak kecil sering diajak ke istana oleh ayahnya bertemu presiden Soekarno. Saat makan keluarga, Pak Soemitro selalu mengajak anak-anaknya berdiskusi tentang teori ekonomi di depan meja makan. Bincang hangat pertemuan para tokoh PSI (Partai Sosialis Indonesia) seperti Pak Sjahrir dan Hamid Algadri di teras rumah adalah pemandangan lumrah di masa anak-anak. Mendapat bimbingan langsung dari kakeknya Margono Djojohadikusumo (tokoh BPUPKI) tentang kisah heroik pamannya Subianto dan Sujono yang gugur dalam perang lengkong melawan penjajah.
Presiden Prabowo belajar dari ayah beliau tentang makna intelektulisme, cinta tanah air dan kesederhanaan. Pak Mitro yang beberapa kali menjadi menteri namun tidak bisa punya cukup uang untuk beli rumah sendiri. Mungkin Pak Mitro sangat meresapi ajaran guru islamnya yaitu KH. Agus Salim, tokoh Sarekat Islam yang karena cinta pada bangsanya rela meninggalkan pekerjaan mapan sebagai pegawai Belanda demi memilih hidup sederhana bersama gurunya Tjokroaminoto. Juga Pak Mitro yang mengagumi kesederhanaan sahabat yang juga tetangganya di Jl. Taman Amir Hamzah Menteng, KH Wachid Hasjim putra KH Hasyim Asy’ari seorang Menteri penting dimasa itu yang hampir setiap hari memilih berpuasa dan mengisi waktu kosongnya dengan hapalan Quran.
Saat remaja berkawan dekat dengan Soe Hoek Gie, (Aktivis mahasiswa sosialis angkatan 65) dan bersama-sama membangun gerakan kerelawanan di daerah pedalaman Gunung Kidul.
Begitulah kita mengambil inspirasi dari mereka yang telah tiada kepada mereka yang masih tersisa. Selamat Ulang Tahun Pak Prabowo.