Jumat (3/10/2025) siang, nuansa khusyuk usai salat Jumat baru saja beranjak di Masjid Besar At-Tabiin, Desa Ayula Selatan, Kabupaten Bone Bolango. Namun, atmosfer hangat justru semakin menjadi. Kehadiran Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, di tengah jemaah bukanlah sebuah kunjungan insidental, melainkan satu babak dari “Safari Jumat” yang berdenyut rutin—sebuah ritme pemerintahan yang ia jalani dengan konsisten.
Bagi Gusnar, masjid bukan sekadar tempat sujud. Ia adalah ruang dialog yang paling jujur, tempat di mana batas formalitas pemerintahan mencair dalam semangat silaturahmi. Program safari yang terstruktur—mulai dari Masjid Agung kabupaten/kota, merambah ke masjid besar kecamatan, hingga akhirnya menyapa umat di masjid jami desa—memperlihatkan sebuah metodologi. Ini adalah sebuah perjalanan yang berjenjang, dari pusat menuju akar rumput, memastikan tidak ada suara yang terlewat dalam gelegak pembangunan.
“Silaturahmi antara pemimpin dan masyarakat sangat penting untuk kelancaran pembangunan,” ujar Gusnar dalam sambutannya yang santai usai salat. Kalimat itu, yang diucapkan di serambi masjid, terasa lebih dalam maknanya. Ia mengubah konsep pembangunan dari sekadar angka-angka proyek menjadi sebuah proses kolaboratif yang dirajut dari keakraban dan percakapan langsung.
Namun, pesan Gusnar tidak berhenti pada politik dan silaturahmi. Seperti seorang penjaga moral publik, ia kembali menitipkan amanat yang sering kali dianggap remeh: kebersihan. “Toilet yang bersih itu menjadi cermin kebersihan lingkungan secara menyeluruh,” pesannya kepada pengurus masjid. Dalam logika Gusnar, iman dan estetika keseharian adalah dua sisi mata uang yang sama. Sebuah tempat wudhu yang bersih bukan hanya soal kenyamanan jasmani, melainkan juga cerminan dari martabat spiritual sebuah komunitas.
Kunjungan ini ditutup dengan penyerahan bantuan operasional masjid sebesar Rp5 juta—sebuah simbol dukungan nyata, sekaligus pengikat dari pesan-pesan yang disampaikan. Kehadiran Staf Ahli Bupati, Camat, hingga jajaran pemprov dalam rombongan gubernur bukanlah sekadar protokoler. Mereka adalah perpanjangan tangan dari kebijakan yang mendengarkan, memastikan bahwa gelora silaturahmi dari Masjid At-Tabiin ini tidak berhenti di pelataran masjid, tetapi meresap ke dalam kebijakan yang lebih luas.