Editorial:
lumbung jagung nasional Serambi Madinah kini terdapat dugaan tersembunyi praktik kotor, gelap dan jahat yang menggerogoti sendi-sendi keadilan masyarakat Gorontalo,
dugaan operasi mafia dalam skandal lelang agunan nasabah. Fenomena ini bukan hanya sekadar pelanggaran prosedur perbankan, melainkan telah menjadi bentuk perampasan hak properti yang tersistem dan terorganisir.
Jaringan yang Menjangkiti Sistem Perbankan.
Berdasarkan pola yang terlihat di berbagai daerah, termasuk dibeberapa kasus-kasus serupa yg terjadi, mafia lelang agunan di Gorontalo diduga beroperasi dengan modus yang terstruktur. Oknum perbankan berkolusi dengan preman properti (mafia tanah) membentuk sindikat yang memanfaatkan celah dalam sistem lelang agunan. Mereka menargetkan nasabah-nasabah dengan agunan bernilai tinggi terutama tanah dan properti yang sedang mengalami kesulitan keuangan.
Modus Operandi yang Merugikan
Praktik curang ini diduga dilakukan melalui beberapa tahap yang rapi. Pertama, terjadi rekayasa kredit macet dimana nasabah yang sebenarnya masih mampu membayar dihadapkan pada berbagai kendala administrasi yang dibuat-buat. Kedua, proses lelang dilaksanakan secara tertutup dengan mengabaikan prinsip transparansi. Yang ketiga, harga agunan ditetapkan jauh di bawah nilai pasar seringkali hanya setara dengan sisa hutang sehingga nasabah kehilangan haknya atas kelebihan hasil lelang.
Dampak Sosial yang Memprihatinkan
Dampak dari praktik ini sangatlah masif. Banyak keluarga Gorontalo kehilangan tanah warisan leluhur yang tidak hanya bernilai ekonomis, tetapi juga memiliki nilai historis dan kultural. Petani kecil dan pengusaha mikro yang menjadi tulang punggung perekonomian lokal tiba-tiba kehilangan sumber penghidupan mereka. Yang lebih memilikan, banyak korban yang tidak menyadari hak-hak hukum mereka atau tidak memiliki sumber daya untuk melawan sindikat yang didukung oknum berwenang ini.
Tantangan Penegakan Hukum
Kompleksitas masalah ini diperparah oleh beberapa faktor. Minimnya pemahaman hukum masyarakat, lambatnya respons aparat penegak hukum, dan kuatnya jaringan para pelaku membuat kasus-kasus seperti ini sulit diungkap. Seringkali, korban justru diintimidasi untuk tidak melapor atau dipersulit ketika mengajukan gugatan hukum.
Langkah Strategis Penanganan
Untuk memutus mata rantai praktik ini, diperlukan pendekatan multidimensi. Pertama, Pemerintah Daerah Gorontalo perlu membentuk satuan tugas khusus yang berfokus pada pemberantasan mafia perbankan dan properti. Kedua, sosialisasi hak-hak nasabah perbankan harus digencarkan hingga ke tingkat desa. Ketiga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memperketat pengawasan terhadap proses lelang di bank-bank yang beroperasi di Gorontalo.
Memulihkan Keadilan untuk Masa Depan Gorontalo
Keberadaan mafia lelang agunan di Gorontalo bukan hanya masalah ekonomi, melainkan telah menjadi ancaman terhadap keadilan sosial dan hak konstitusional warga negara. Selama praktik ini masih dibiarkan, selama itu pula pembangunan Gorontalo akan ternodai oleh ketidakadilan.
Masyarakat Gorontalo pantas mendapatkan sistem perbankan yang bersih dan berintegritas—sistem yang melindungi nasabahnya, bukan menjadikan mereka korban. Dengan komitmen bersama antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, Gorontalo dapat kembali menjadi tanah yang damai dan berkeadilan, sebagaimana julukannya sebagai “Serambi Madinah.”