Editorial:
Langkah Berani dan Tegas DPRD Provinsi Gorontalo yang akan Adukan Polemik Lelang Bermasalah Bank Mandiri ke Menteri Keuangan, adalah Bukti pembelaan,Perlawanan terhadap Arogansi Korporasi yang dianggap Menindas Rakyat Gorontalo.
Suara keras dan Tegas dari ruang rapat DPRD Provinsi Gorontalo kini siap bergema hingga ke jantung kekuasaan di Jakarta. Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, Umar Karim, mengambil langkah strategis dan berani dengan akan mengadukan kasus lelang tanah nasabah yang bermasalah oleh Bank Mandiri Gorontalo langsung kepada Menteri Keuangan, Purbaya Yudi Sadewa.
Langkah politis ini bukan sekadar eskalasi formalitas, melainkan sebuah tamparan keras bagi tata kelola perbankan yang seharusnya berpihak pada keadilan dan Ekonomi Rakyat.
Rencana ini muncul setelah buntut panjang dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang hanya menghasilkan kebuntuan dan jawaban berbelit-belit dari perwakilan Bank Mandiri.
Fakta bahwa kasus ini akan didorong hingga ke level menteri adalah bukti nyata kegagalan dan keangkuhan Bank Mandiri cabang Gorontalo dalam memberikan pertanggungjawaban yang transparan. Bukannya mengklarifikasi, sikap mereka justru mengaburkan dan memupuk “Dugaan Negatif” yang semakin kuat.
Pertanyaan-pertanyaan fundamental dari para anggota dewan mulai dari prosedur administrasi yang janggal, sosialisasi yang minim, hingga ketidakadilan dalam penentuan nilai jual ternyata terlalu berat untuk dijawab oleh bank plat merah tersebut (Himbara). Ketidakmampuan atau mungkin ketidakmauan bank dalam memberikan penjelasan yang lugas dan rinci merupakan bentuk penghinaan terhadap fungsi pengawasan DPRD dan, yang lebih penting, terhadap hak-hak nasabah sebagai warga negara.
arogansi korporasi tidak bisa dibiarkan hanya diselesaikan di level teknis yang sudah jelas-jelas mandek. “Kami tidak akan tinggal diam melihat rakyat Gorontalo dirugikan oleh prosedur yang tidak jelas dan penuh ketidaktransparan. Jika di Gorontalo tidak ada kejelasan, maka kami akan menghadap hingga ke pucuk pimpinan di pusat,” demikian kira-kira semangat yang dibawa oleh Umar Karim dalam RDP.
Mendesak Audit dan Sanksi Tegas
Mengadu ke Menteri Keuangan bukan sekadar tentang satu kasus lelang. Ini adalah tentang meminta pertanggungjawaban pemegang saham utama, dalam hal ini negara, terhadap operasional perusahaannya yang diduga melenceng. Umar Karim diharapkan tidak hanya menyampaikan keluhan, tetapi juga mendesak dua hal krusial:
1. Audit Mendalam dan Independen: Mendesak Kemenkeu untuk memerintahkan audit khusus terhadap seluruh proses kredit dan lelang agunan di Bank Mandiri cabang Gorontalo. Audit ini harus mampu mengungkap apakah ada pelanggaran prosedur, indikasi kolusi, atau praktik pencucian dalam penilaian aset.
2. Sanksi yang Membumi: Jika hasil audit menemukan kesalahan, tidak hanya proses lelang yang harus dibatalkan, tetapi juga harus ada sanksi tegas terhadap jajaran manajemen Bank Mandiri Gorontalo yang terbukti lalai atau melakukan pelanggaran. Negara hadir untuk melindungi rakyatnya, bukan membiarkan BUMN berlaku sewenang-wenang.
Kasus ini adalah puncak gunung es dari potensi penyimpangan di dunia perbankan Nasional yang kerap menggunakan kekuatan hukum formal (lelang) untuk menutupi praktik yang tidak etis. Langkah kritis Umar Karim patut didukung penuh. Ini adalah perjuangan untuk memastikan bahwa institusi keuangan negara justru menjadi pelindung ekonomi rakyat kecil, bukan algojo yang menghisapnya melalui prosedur yang gelap.
Nasib rakyat Gorontalo tidak boleh hanya menjadi angka dalam laporan keuangan bank. Kehadiran negara harus dirasakan dalam bentuk pembelaan terhadap yang lemah. Dan sekarang, bola ada di tangan Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa, apakah akan berpihak pada rakyat atau membiarkan arogansi korporasi Bank terus berlanjut?.