Ilustrasi gambar
Editorial:
Mikson Yapanto Menghadiri Undangan Dialog,Mikson Datang Sendiri di lokasi untuk dialog,Namun Ternyata tak disangka Mikson Malah di Persekusi Keroyok.Mikson Merasa di Bohongi? Dengan Undangan dialog itu?.Mikson tidak siap dan kaget dengan situasi itu,Namun Mikson tetap menghadapinya,Tidak lari dengan tegar dengan sikap Rendah Hati.
Video yang viral beberapa waktu lalu memperlihatkan seorang anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Mikson Yapanto, menghadapi persekusi dan intimidasi sendirian. Adegan itu menyentuh rasa kemanusiaan kita,sebuah kontras yang mencolok antara kerumunan massa yang emosional dan ketenangan seorang pria Tua Paruh baya yang berdiri tegak menghadapi badai. Yang membuatnya lebih mengesankan bukanlah dramatisasi perlawanan, melainkan justru ketegarannya untuk tidak melawan, tidak lari, dan tetap berdiri sebagai seorang ksatria yang menghadapi kenyataan.
Dalam filosofi samurai Jepang, terdapat konsep Bushido—jalan prajurit—yang menekankan integritas, keberanian, dan ketenangan di bawah tekanan. Mikson, dalam adegan tersebut, secara tidak langsung merefleksikan nilai-nilai ini. Dia tidak menunjukkan rasa takut atau kebencian, meski posisinya sangat rentan. Sikap ini mengingatkan kita pada prinsip Fudoshin—pikiran yang tak tergoyahkan, mental yang tetap tenang dan stabil meski diterpa konflik. Inilah yang membedakan seorang pemimpin yang dihasut emosi dari seorang pelayan publik yang matang secara mental.
Saat maju caleg DPRD ,Mikson Yapanto Mendapatkan Suara Terbanyak,Tentu saja ini mencerminkan Pendukung Mikson yang besar,Dengan beredarnya Video ini,Tentu Pendukung Militan Mikson Yapanto Marah Besar?,Namun Terlihat Mikson tak ingin Melibatkan Mereka,Mikson Memilih menghadapi hal ini dengan sikap Ksatria dan sebagai sikap Orang Gorontalo yang Beradab,Mengedepankan dialog dan Hukum Negara.
Fenomena ini juga mengungkap kegelisahan publik terhadap budaya kekerasan dalam politik. Simpati yang mengalir untuk Mikson bukan hanya dukungan personal, melainkan juga penolakan kolektif terhadap tindakan kekerasan dan main hakim sendiri.
Mikson Yapanto mungkin tidak menyangka bahwa momen sulitnya akan menjadi pelajaran berharga tentang keteguhan jiwa. Di tengah iklim politik yang kerap dipenuhi adu massa dan provokasi, ketenangannya mengajarkan kita bahwa keberanian sejati terletak pada kemampuan untuk tidak terprovokasi, untuk tetap manusiawi dalam tekanan, dan untuk memilih dialog yg damai di saat semua orang mengharapkan kekacauan. Inilah mental ksatria dan Samurai yang sesungguhnya—sebuah teladan yang langka dan patut di Contoh.