Oleh: Dulwahab (Jurnalis Politik,Warga Sulawesi).
Mengapa Prabowo Subianto Lebih Suka Berkoalisi dengan NasDem,Karna NasDem Punya Mental Pejuang,Perlawanan dan Kekuatan Elektoral yang Teruji,Cocok dengan Karakter Prabowo yang Seorang Tentara dan Minahasa.
Pasca kemenangan Pilpres 2024, peta koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran mulai terbentuk. Dalam perhitungan politik yang matang, Partai Gerindra tidak hanya melihat kekuatan numerik semata, tetapi juga karakter dan ketangguhan sebuah partai. Dalam konteks inilah, Partai NasDem muncul sebagai mitra koalisi yang sangat berharga. Alasan utama Prabowo Subianto lebih memilih berkoalisi dengan NasDem dapat dilacak pada dua faktor kunci: mental perjuangan yang telah teruji dan koalisi elektoral yang besar serta stabil yang dibangun NasDem selama Pilpres 2024.
Pertama, Mental Perjuangan dan Perlawanan yang Teruji.
NasDem, di bawah kepemimpinan Surya Paloh, telah menunjukkan konsistensi dan nyali politik yang kuat selama kontestasi Pilpres 2024. Mereka berdiri di barisan oposisi yang vokal dan kritis, menghadapi tekanan politik yang tidak kecil dari kekuatan pemerintah yang sedang berkuasa. Posisi ini bukanlah posisi yang mudah; ia membutuhkan keberanian, keteguhan prinsip, dan loyalitas yang tinggi kepada pasangan calon yang didukung.
Bagi Prabowo yang sendiri adalah seorang “jenderal” di lapangan politik, nilai-nilai pertempuran dan kesetiaan dalam perjuangan sangat dihargai. NasDem telah membuktikan bahwa mereka bukanlah partai yang mudah berpaling atau mencari aman. Mereka telah “terbakar dalam api” persaingan politik dan keluar dengan identitas yang lebih kuat. Mental pejuang dan perlawanan yang telah teruji ini menjadikan NasDem sebagai mitra koalisi yang dapat diandalkan, bukan hanya di masa tenang, tetapi terutama dalam menghadapi badai politik di masa depan. Prabowo melihat dalam diri NasDem cerminan dari perjalanan Gerindra sendiri yang gigih dan pantang menyerah.
Kedua, Koalisi Elektoral yang Besar dan Stabil.
Selain faktor mental, NasDem juga membawa aset yang sangat nyata: kemampuan membangun dan memimpin koalisi yang solid. Dalam Pilpres 2024, NasDem menjadi tulang punggung bagi Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan. Koalisi ini tidak hanya terdiri dari beberapa partai politik, tetapi juga berhasil mengkonsolidasikan kekuatan yang signifikan secara elektoral.
Kemampuan NasDem dalam merajut koalisi dan menjaga stabilitasnya di tengah tekanan menunjukkan kapasitas organisasi dan diplomasi politik yang tinggi. Bagi Prabowo, yang harus membangun pemerintahan yang kuat dan representatif, bergabung dengan sebuah partai yang memiliki pengalaman dan jaringan luas dalam mengelola koalisi adalah sebuah keuntungan strategis. NasDem tidak hanya membawa suara, tetapi juga membawa “kecerdasan koalisasi” yang sangat berharga untuk menjaga stabilitas pemerintahan ke depan.
Pilihan Prabowo Subianto untuk berkoalisi dengan NasDem adalah sebuah keputusan yang strategis dan visioner. Dia tidak hanya melihat NasDem sebagai sekadar “tambahan kursi”, tetapi sebagai mitra sejati yang telah teruji kesetiaannya dan teruji kemampuannya di lapangan politik. Kombinasi antara mental pejuang dan kompetensi elektoral inilah yang membuat NasDem menjadi aset koalisi yang sangat berharga. Dalam politik, kekuatan saja tidak cukup; yang juga dibutuhkan adalah ketangguhan dan loyalitas. Dan NasDem telah membuktikan keduanya.
Jalan NasDem,Mengikuti Jejak Gerindra dari Kekalahan Menuju Puncak Kemenangan.
Dalam dinamika politik Indonesia, sejarah sering berulang dengan pola yang nyaris serupa. Partai Gerindra pernah mengalami masa-masa sulit, terpuruk dalam tekanan dan kekalahan, sebelum akhirnya bangkit dan meraih kemenangan gemilang. Kini, Partai NasDem tampak sedang menapaki jalan yang sama—sebuah jalan berliku yang, jika ditelusuri dengan strategi tepat, dapat membawa mereka menuju takhta kekuasaan.
Fase Pertama: Tekanan dan Ujian
Gerindra, pada awal perjalanannya, harus berjuang di tengah dominasi partai-partai mapan. Elektoral yang tidak terlalu menggembirakan pada Pemilu 2009 dan 2014, di mana mereka hanya menjadi parpol peringkat menengah, menjadi bukti betapa beratnya persaingan. Namun, justru dalam tekanan itulah karakter Gerindra ditempa. Mereka membangun narasi yang kuat melalui ketokohan Prabowo Subianto, merangkul basis massa yang loyal, dan tak kenal lelah mengkritisi kebijakan pemerintah.
NasDem saat ini berada dalam fase yang mirip. Sebagai partai yang kerap vokal dan kritis, mereka menghadapi tekanan politik yang tidak kecil. Berada di luar kekuasaan, dengan segala konsekuensinya, membuat mereka harus berjuang ekstra keras. Namun, seperti Gerindra, tekanan ini justru dapat menjadi momentum untuk memperkuat identitas. NasDem memiliki kesempatan untuk membingkai diri sebagai partai yang konsisten pada prinsip, berani berbeda, dan fokus pada isu-isu substantif.
Fase Kedua: Pembelajaran dan Transformasi
Kunci kebangkitan Gerindra terletak pada kemampuan adaptasi dan pembelajaran. Mereka menyadari bahwa politik tidak hanya soal ideologi, tetapi juga strategi elektoral yang cerdik. Gerindra berhasil membangun koalisi yang luas, merangkul mantan lawan, dan memperkuat basis akar rumput. Mereka juga mampu memanfaatkan momentum politik dengan baik, terutama dalam Pemilu 2019, di mana meskipun kalah, elektoral mereka melonjak signifikan.
NasDem pun memiliki peluang untuk melakukan hal serupa. Dengan struktur kepemimpinan yang solid dan basis intelektual yang kuat, mereka dapat mentransformasi diri dari partai “pendobrak” menjadi partai yang siap memimpin. Pembangunan narasi tentang modernitas, inklusivitas, dan visi Indonesia maju dapat menjadi modal besar. Selain itu, kemampuan membangun komunikasi efektif dengan generasi muda dan kelompok urban akan menjadi senjata ampuh.
Fase Ketiga: Menuju Kemenangan
Kemenangan Gerindra di Pilpres 2024 adalah puncak dari proses panjang yang penuh ketekunan. Mereka tidak hanya mengandalkan figur pemimpin, tetapi juga membangun ekosistem politik yang sustainable. Kemenangan itu bukanlah kejutan, melainkan hasil dari kerja keras bertahun-tahun.
Bagi NasDem, peluang untuk mengikuti jejak ini terbuka lebar. Jika mereka konsisten membangun narasi, memperkuat organisasi di tingkat akar rumput, dan mampu menjalin aliansi strategis tanpa kehilangan identitas, maka kemenangan bukanlah hal mustahil. NasDem memiliki potensi untuk tidak hanya menjadi penantang, tetapi juga pemenang dalam peta politik Indonesia.
Sejarah Gerindra membuktikan bahwa kekalahan bukanlah akhir, melainkan batu pijakan menuju kemenangan. NasDem, dengan segala keunikan dan kekuatannya, sedang berada di jalur yang sama. Tantangan dan tekanan hari ini adalah ujian yang, jika dihadapi dengan cerdas dan konsisten, akan mengantarkan mereka pada masa depan yang gemilang. Dalam politik, kesabaran, strategi, dan ketekunan seringkali lebih berharga daripada sekadar momentum sesaat. NasDem berjalan pada jalan yang telah dirintis Gerindra—sebuah jalan yang membuktikan bahwa dalam demokrasi, harapan selalu ada bagi yang tak pernah menyerah.