Oleh: Dulwahab MN ( Jurnalis Minahasa).
Dalam biologi politik Indonesia, ada sebuah hukum alam yang tak terbantahkan, “kekuasaan yang tak terkontrol akan melahirkan penyakitnya sendiri”.
Partai Gerindra, yang kini berada di puncak kekuasaan dengan Prabowo Subianto sebagai Presiden, sedang berdiri di tepi jurang yang sama yang telah menelan banyak partai penguasa sebelumnya. Gerindra sangat mungkin dan berpotensi mengalami Korosi moral, konflik internal, dan kehilangan Jiwa Perjuangan,kehilangan Semangat Visioligi dan Ideologi Partai serta narasi perlawanan. Kondisi Gejala Penyakit Kekuasaan ini sangat mungkin secara perlahan-lahan akan menggerogoti dari dalam Partai Gerindra sendiri?. Rayuan dari external berupa Kapital investmen serta Oligarki tentu saja sedang dihembuskan untuk membius para kader atau Anggota Gerindra dan Lingkungannya.
Jika Telah terjadi kondisi Gejala seperti ini, Maka Sjafrie Sjamsoedin adalah orang yang tepat untuk mengatasi hal ini, Sjafrie Samsoedin Harus menjadi Sekjend Partai Gerindra,Karna Sjafrie akan menjadi antibodi alami yang dibutuhkan Gerindra dalam mengatasi Penyakit Kekuasaan seperti ini.
Diagnosis,Penyakit Kekuasaan yang kini Mengintai Gerindra.
Presiden Prabowo. Dalam sebuah momen pidato pernah mengatakan bahwa ” siapapun dia,baik Jendral maupun mantan jendral, dari TNi atau Polri atau Anggota Partai Gerindra pun Tidak akan dilindungi jika Bersalah,Hal ini tentu saja Memperlihatkan potensi kesalahan terhadap Rakyat dan Negara dari tiga kelompok yang disebutkan oleh Presiden Prabowo tadi?.
Sebelum membahas obat, kita harus paham penyakitnya. Gerindra sangat mungkin akan menghadapi tiga patogen utama seperti Virus “Mentalitas Istana” – di mana kader partai terjangkit penyakit “jauh dari rakyat” dan sibuk berebut kursi menteri, direktur BUMN, Komisaris dan jabatan basah lainnya.
Lalu Bakteri “Amnesia Ideologis” – partai yang dulu berapi-api dengan narasi perlawanan, kini menjadi bagian dari status quo dan kehilangan jiwa perlawanannya. Lalu-Kanker “Transaksional Politik” , koalisi besar yang dibangun atas dasar bagi-bagi kursi, bukan kesamaan visi, bisa saja membuat Gerindra terperangkap dalam politik transaksional yang melelahkan.
Sjafrie Sjamsoedin,Resep yang Tepat di Waktu yang Tepat
Secara kritis, kita harus mengakui bahwa Sjafrie bukanlah politisi biasa. Latar belakang militernya yang berpengalaman dan kedekatanya dengan Banyak kalangan Konstituen Politik adalah modal Sjafrie Jika Menjadi Sekjend Gerindra,Sjafrie Banyak pengalaman seperti pernah melalui masa-masa paling kelam dalam transisi demokrasi di indonesia, Sjafrie memahami betul bagaimana kekuasaan bisa menjadi bumerang.
sebagai produk institusi militer yang paling disiplin, Sjafrie membawa gen anti-korupsi struktural. Dalam dunia militer, penyimpangan wewenang dan penyalahgunaan kekuasaan adalah dosa terbesar. Mentalitas inilah yang dibutuhkan untuk membersihkan kandang kekuasaan Gerindra dari kader-kader yang hanya mencari keuntungan.
pengalamannya sebagai Petinggi Militer di era transisi kekuasaan orde baru ke Reformasi dan saat Mendampingi Prabowo Kalah pilpres di 2019 adalah Pengalaman yang membentuknya menjadi tetap rendah hati di tengah gemerlap kekuasaan Gerindra hari ini. Ia menyaksikan langsung bagaimana seorang outsider bisa masuk sistem tanpa terjangkit penyakit “Istana”. Pelajaran inilah yang akan dibawanya untuk mencegah Gerindra menjadi partai yang arogan dan tersesat.
Mekanisme Pertahanan yang Ditawarkan Sjafrie.
Optimisme kita pada Sjafrie berdasar pada mekanisme pertahanan yang ia tawarkan seperti Sistem Imun Berbasis Jaringan Intelijen,Sjafrie tidak butuh laporan fiktif atau pencitraan. Dengan jaringan intelijennya yang masih aktif, ia bisa mendeteksi dini potensi penyimpangan di tubuh partai. Ia tahu kapan seorang kader mulai bermain proyek, kapan koalisi mulai retak, dan kapan lawan politik mulai menyusun strategi.
Kemudian Terapi Kejut Disiplin Militer,
Ketika konflik internal merebak karena berebut kursi, Sjafrie tidak akan menjadi penengah yang lemah. Ia akan menjadi wasit yang tegas dengan kewibawaan yang tidak diragukan. Dalam dunia militer, disiplin bukan pilihan tapi harga mati.
Vaksin Pengingat Sejarah,
Sjafrie adalah pengingat berjalan bahwa kekuasaan itu sementara. Pengalamannya melalui jatuh-bangun rezim Orde Baru hingga Reformasi membuatnya paham, tidak ada kekuasaan yang abadi. Perspektif sejarah inilah yang akan mencegah Gerindra terjebak dalam euforia kekuasaan jangka pendek.
Menatap Masa Depan dengan Optimisme Kritis.
Secara kritis kita harus bertanya,bukankah justru latar belakang militernya bisa membuat Sjafrie terlalu otoriter? Bukankah gaya kepemimpinannya yang tertutup bisa kontraproduktif dengan demokrasi internal partai?, justru dalam kondisi darurat seperti ini, dibutuhkan kepemimpinan yang tegas.
Gerindra tidak butuh Sekjen yang hanya bisa mengatur dan Membuat acara seremonial. Gerindra butuh dokter partai yang berani memotong anggota yang sudah terjangkit kanker Kolusi,korupsi, berani memberi obat pahit pada kader yang sakit gila jabatan, dan berani menjadi penjaga gawang yang tak tergoyahkan.
Dari Kekuasaan Menuju Warisan Luhur.
Sjafrie Sjamsoedin bukan sekadar pilihan strategis untuk memenangkan Pemilu 2029. Ia adalah investasi eksistensial untuk menyelamatkan jiwa Gerindra dari penyakit kekuasaan.
Dengan Sjafrie sebagai Sekjen, Gerindra berpeluang menciptakan legasi langka dalam politik Indonesia,partai penguasa yang tetap rendah hati, partai pemenang yang tidak korup, dan partai besar yang tidak kehilangan jiwa Perjuangan dan perlawanannya.
Inilah misi sesungguhnya Sjafrie Samsoedin,bukan sekadar membawa Gerindra menuju kemenangan, tetapi menjamin bahwa kemenangan itu tidak meracuni sang pemenang. Dalam genggamannya, kekuasaan bukan tujuan, melainkan alat untuk menciptakan warisan politik yang bermartabat dan Contoh untuk Generasi.
Dan untuk hal itu, tidak ada harga yang terlalu mahal. Jika Gerindra Sedang Mengalami Sakit,Bagaimana bisa Bertahan atau Menang???.
Perjuangan Gerindra harus Untuk Seluruh Rakyat Semesta Indonesia,Bukan Untuk Sekelompok Pecundang, Sjafrie Samsoedin Generasi Pejuang Republik dari Sulawesi,Bukan Generasi Penikmat Republik di Meja Makan dari Menteng.