
Praktik mafia tanah yang diduga terjadi di Desa Isimu Selatan, Kecamatan Tibawa, telah menjadi sorotan utama bagi Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo.
Fadli Poha, Ketua Komisi I, dengan tegas menyatakan komitmennya untuk mengusut kasus ini lebih lanjut dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di lapangan, yang melibatkan BPN provinsi, BPN kabupaten, serta pihak-pihak terkait dari masyarakat.
“Fenomena terbitnya sertifikat pada tahun 2023 telah menimbulkan keraguan yang signifikan, terutama karena ahli waris yang bersangkutan tidak merasa dilibatkan dalam proses pengukuran atau penerbitan sertifikat. Kami akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dengan memastikan semua pihak terlibat,” ujar Fadli dengan mantap.
DPRD akan mengupayakan penyelesaian masalah ini melalui musyawarah.
“Kami berharap dapat mencapai kesepakatan antara ahli waris dan pemerintah desa. Namun, jika tidak tercapai kesepakatan, kami akan mengkaji opsi hukum yang tersedia,” tambahnya.
Fadli juga menegaskan bahwa DPRD merekomendasikan agar kasus ini diserahkan kepada Satgas Mafia Tanah untuk ditangani dengan lebih serius.
Dalam pertemuan di Ruang Inogaluma DPRD Gorontalo pada Selasa (23/9/2025), ahli waris tanah yang hadir menegaskan bahwa tujuan utama mereka adalah untuk mencari keadilan.
Mereka merasa keberatan karena sebagian tanah yang mereka klaim sebagai milik keluarga telah terdaftar dengan sertifikat tanpa sepengetahuan mereka.
“Kami hadir sebagai ahli waris. Jika tanah tersebut memang milik pemerintah desa, kami akan kooperatif. Namun, jika tanah itu adalah hak kami, kami meminta keadilan,” ungkap salah satu ahli waris.
Seorang perwakilan dari Kantor Wilayah BPN Provinsi Gorontalo menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat tanah didasarkan pada dokumen resmi dari pemerintah desa, termasuk informasi mengenai kepemilikan dan ahli waris.
“Peran kami hanya sebatas administratif. Kewenangan untuk menentukan kepemilikan tanah berada pada dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah desa, bukan BPN,” jelasnya.
Langkah selanjutnya adalah menyelenggarakan RDP di lapangan di Kantor Camat Tibawa dengan menghadirkan camat, kasi trantib, kepala dusun, dan tetangga di sekitar lokasi yang dipertentangkan.
Masyarakat pengadu menegaskan bahwa tanah tersebut telah berada di bawah kendali keluarga mereka sejak tahun 1931, sementara sertifikat baru dikeluarkan pada tahun 2023 tanpa persetujuan dari ahli waris.