Di ruang Hotel Grand Q, Kota Gorontalo, Kamis (11/9/2025), bukan sekadar diskusi biasa yang berlangsung. Focus group discussion yang digelar Dinas Arsip dan Perpustakaan Provinsi Gorontalo itu menjadi ruang refleksi kolektif untuk merumuskan kembali jati diri budaya Gorontalo di tengah gelombang perubahan zaman.
Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail dengan tegas menegaskan komitmennya untuk menjaga dan mengembangkan adat Gorontalo, dengan satu syarat mutlak: ia harus tetap selaras dengan nilai-nilai agama. Bagi Gusnar, relasi antara adat dan agama bukanlah dua kutub yang berjauhan, melainkan dua sisi dari mata uang yang sama dalam kehidupan masyarakat Gorontalo.
“Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah” – filosofi turun-temurun ini digaungkan kembali sebagai pedoman hidup. Dalam pemaparannya, Gusnar memetakan secara jelas bahwa adat menempati posisi sebagai nilai dasar yang berada satu tingkat di bawah agama, sekaligus mengadopsi nilai-nilai syariat. Ini adalah sebuah rumusan kebudayaan yang mencoba menjaga kearifan lokal tanpa mengabaikan ajaran agama.
Yang menarik, Gusnar melihat eksistensi adat Gorontalo bukan hanya sebagai warisan mati, melainkan sebagai living tradition yang masih mengatur denyut nadi kehidupan masyarakat. “Sejak dalam kandungan hingga ke liang lahat, kehidupan masyarakat Gorontalo diatur oleh tata urutan adat,” ujarnya. Pernyataan ini mengungkap betapa adat telah menjadi kerangka acuan yang memberi makna pada setiap tahapan hidup manusia Gorontalo.
Namun, Gusnar tidak menutup mata terhadap realitas terkini. Ia menyoroti masih adanya perbedaan tafsir dalam pelaksanaan adat. Perbedaan interpretasi ini wajar dalam masyarakat yang dinamis, tetapi perlu direspons secara bijak. Untuk itulah, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Adat sebagai wadah untuk menampung masukan dari berbagai pihak, sekaligus menindaklanjuti revisi peraturan daerah tentang lembaga adat.
Langkah strategis ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam merawat kebudayaan Gorontalo tidak sekadar sebagai simbol, melainkan sebagai sistem nilai yang terlembagakan. Pembentukan Pokja Adat menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, antara kelestarian dan perkembangan.
Harapan Gusnar jelas: forum ini dapat menghasilkan rumusan baru yang memperkaya pemahaman masyarakat serta menjadi rujukan dalam pengembangan adat Gorontalo. Ini adalah upaya untuk merawat akar sambil tetap membiarkan pohon kebudayaan Gorontalo tumbuh berkembang sesuai zamannya.
Dalam perspektif kebudayaan, apa yang dilakukan Gusnar dan pemerintah Gorontalo adalah upaya menjaga “memori kolektif” masyarakat Gorontalo – merawat tradisi bukan sebagai beban masa lalu, melainkan sebagai kompas untuk menghadapi masa depan, dengan tetap berpijak pada prinsip “Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah.”